Jakarta Layarkepri - Kebijakan penyeragaman bungkusan rokok tanpa identitas merek nan tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) dinilai master norma internasional menyalahi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) nan dilindungi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana UU No. 26/2016 alias UU Merek menyatakan bahwa merek dapat ditampilkan secara skematis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, dan susunan warna untuk membedakan antara satu merek dengan merek lainnya.
"Pemuatan identitas merek merupakan kewenangan pemilik upaya untuk menjadi pembeda dengan kompetitor," ujar Hikmahanto dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Namun, Rancangan Permenkes nan diinisasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membikin seluruh bungkusan rokok nan dipasarkan kudu mempunyai fitur bungkusan nan seragam tanpa pembeda apa pun.
"Tentu pelaku upaya mau bersaing dengan pelaku upaya lainnya dengan memunculkan apa perbedaan dari mereknya dengan merek pesaingnya," ujarnya.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani itu menengarai, tekanan terhadap industri hasil tembakau, termasuk penyeragaman balut rokok merupakan intervensi asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Menurutnya lagi, pengaturan penyeragaman balut rokok nan membikin kehilangan identitas merek ini sebagai agenda pemaksaan asing terhadap pasar Indonesia.
Hikmahanto menyatakan, agenda-agenda nan dibawa Kemenkes melalui PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes berkiblat pada FCTC, dengan pemerintah secara saksama telah mempelajarinya dan memilih untuk tidak meratifikasinya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia seakan tidak berdaulat dalam menentukan arah kebijakan.
"Kita tidak dan jangan pernah tunduk dengan FCTC. Tapi mereka memaksa lewat Kemenkes agar ketentuan-ketentuan nan ada dalam FCTC itu diadopsi. Jadi bukan diratifikasi, diadopsi ke dalam norma Indonesia," ujarnya pula.
Hikmahanto menyatakan Rancangan Permenkes untuk mengatur bungkusan rokok tanpa identitas merek ini menjadi paradoks di Indonesia. Ketika Australia pertama kali menjalankan patokan penghilangan identitas merek di balut rokok pada 2012, Indonesia menjadi salah satu negara nan melawannya.
Tapi, sekarang justru Indonesia berupaya menerapkan kebijakan kontradiktif dengan melakukan langkah serupa. Padahal tindakan tersebut telah memberikan gangguan nan terasa oleh tenaga kerja hingga produk ekspor Indonesia, khususnya produk hasil tembakau.
Baca juga: Asosiasi minta kebijakan bungkusan rokok polos tanpa merek dikaji ulang
Baca juga: Pakar norma soroti wacana penyeragaman bungkusan rokok tanpa merek
Pewarta: Subagyo
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024