Jakarta Layarkepri - Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir meminta publik menunggu kepastian resmi dari Presiden RI Prabowo Subianto mengenai pemberlakuan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025.
"Belum (kepastian), kita tunggu saja. Tentunya jika ada begitu kan ada pembahasan juga dengan DPR, kita tunggu saja lah," kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Dia meminta publik bersabar menunggu Presiden Prabowo kembali ke tanah air selepas menunaikan kunjungan kerja ke sejumlah negara.
"PPN ini kan tetap wacana, tetap usulan, tentunya kan itu tetap dibahas dan pasti menunggu Pak Presiden kembali. Jadi kita tunggu saja Pak Presiden kembali," ucapnya.
Untuk itu, dia mengimbau masyarakat tidak memperkirakan terlalu jauh mengenai wacana kenaikan PPN 12 persen.
"Jangan berandai-andai, tidak usah kita berkonotasi nan kelak ada kenaikan begini begitu," ujarnya.
Sebab, kata dia, pemerintah dalam membikin kebijakan pun tentu didasari oleh argumen tertentu dan diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan rakyat.
Baca juga: Wakil Ketua DPR khawatirkan pengaruh domino penerapan PPN 12 persen
Baca juga: Perbaikan bayaran hingga insentif manufaktur redam pengaruh PPN 12 persen
Baca juga: PPN 12 persen: Antara menjaga kesehatan APBN dan daya beli masyarakat
"Pasti menteri finansial pun jika mengusulkan ke Pak Presiden ada dasar-dasarnya. Kita lihat (nanti), nan pasti kan Pak Presiden dalam menjalankan pemerintah selama lima tahun, intinya kan selalu tidak bakal menyusahkan rakyatnya, gitu kan," tuturnya
Dia lantas berkata, "Jadi jika pun ada kenaikan pasti bakal diatur sebagaimana mestinya, tetapi ini kan belum (pasti) tetap menunggu presiden. Jadi kita tunggu saja seperti apa kelak dan jika pun ada kenaikan seperti apa, kan seperti itu."
Sebelumnya, Rabu (13/11), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU).
Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) nan disusun pada 2021. Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat nan terimbas oleh pandemi COVID-19.
"Artinya, ketika kami membikin kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi alias perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan apalagi waktu itu termasuk makanan pokok," ujar Sri Mulyani.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024