Fimela.com, Jakarta Dalam kehidupan beragama, khususnya bagi umat Muslim, angan merupakan salah satu corak komunikasi nan paling intim antara hamba dan Sang Pencipta. Terutama di bulan suci Ramadhan, angan menjadi sarana krusial untuk memohon pengabulan angan dan cita-cita. Namun, tidak jarang terjadi bahwa angan nan dipanjatkan dengan penuh kepercayaan dan kesungguhan belum juga menunjukkan tanda-tanda bakal terkabul. Kondisi ini seringkali menimbulkan pertanyaan dan perenungan mendalam tentang argumen di kembali tertundanya angan tersebut.
Memahami bahwa Allah SWT mengetahui apa nan terbaik bagi setiap hamba-Nya adalah langkah awal dalam menerima realita bahwa angan nan belum dijawab bukan berfaedah diabaikan. Dalam Islam, angan bukan sekadar permohonan, tetapi juga merupakan ujian ketaatan dan kesabaran. Ketika angan belum terkabul, perihal tersebut bisa jadi merupakan langkah Allah untuk menguji keteguhan ketaatan seseorang. Ujian ini mengajarkan pentingnya istiqamah keteguhan hati dalam menjalankan ibadah dan kepercayaan meskipun hasilnya belum tampak.
Allah mungkin menunda jawaban angan lantaran waktu alias langkah nan tepat untuk mengabulkannya belum tiba, alias lantaran permohonan tersebut tidak sejalan dengan kehendak-Nya nan lebih mengetahui kebaikan jangka panjang bagi hamba-Nya. Dengan demikian, memahami dan menerima konsep-konsep ini dapat membantu kita untuk lebih bijak dalam bermohon dan tetap percaya pada rencana Allah nan lebih besar. Simak uraiannya seperti nan dilansir Fimela.com dari beragam sumber Selasa (19/11).
Kebahagiaan adalah amal menurut setiap orang, rinciannya banyak dan beragam, semua bisa benar. Al-Qur’an mengajarkan kita agar bermohon untuk kebaikan bumi dan akhirat.
Berdoalah Tanpa Lelah
Dalam Islam, kualitas angan sangat penting, bukan hanya kuantitasnya. Doa nan tulus dan penuh kesungguhan lebih mungkin dikabulkan oleh Allah. Umat Muslim diajarkan untuk terus bermohon dengan keyakinan, meskipun angan belum terjawab. Kesabaran dan keteguhan hati adalah kunci ketika menghadapi situasi seperti ini, lantaran Allah mungkin mengabulkan angan pada waktu nan tepat alias memberikan sesuatu nan lebih baik.
Contoh inspiratif dari Imam Hasan al-Bashri menunjukkan bahwa meskipun angan tampak tidak terjawab, Allah selalu mendengarnya dan mempunyai rencana nan lebih baik. Penting untuk bermohon dengan tulus, terus berdoa, dan percaya bahwa Allah memberikan nan terbaik sesuai waktu-Nya. Dengan sikap nan tepat, setiap Muslim dapat meningkatkan hubungan spiritual dengan Allah dan merasakan kedamaian dalam setiap doa.
Rahasia Abadi Doa Diterima dan Terkabul
Imam Hasan al-Bashri, seorang ustadz terkemuka, menekankan pentingnya kondisi hati dalam penerimaan angan oleh Allah. Menurutnya, angan tidak bakal terjawab jika berasal dari hati nan mati. Kondisi ini terjadi ketika pengenalan kita terhadap Allah tidak diiringi dengan penyelenggaraan tanggungjawab ibadah secara sepenuh hati. Meskipun kita memahami bahwa Allah adalah pembuat dan pengatur segala sesuatu, pertanyaan nan kudu kita renungkan adalah apakah kita telah menjalankan ibadah dengan kesadaran penuh.
Ibadah nan tulus menjadi kunci agar angan kita diterima. Dalam Al-Fatihah, kita diajarkan untuk menyembah Allah terlebih dulu sebelum memohon pertolongan-Nya, nan menunjukkan pentingnya urutan ini. Ibadah nan dilakukan hanya secara umum tanpa kesadaran tidak bakal membawa kita lebih dekat kepada Allah. Oleh lantaran itu, hubungan antara ibadah dan angan sangat erat; angan bakal didengar ketika hati kita hidup dan terhubung dengan Tuhan. Hal ini mengajarkan kita untuk menempatkan Allah sebagai pusat kehidupan kita, bukan diri kita sendiri.
Untuk mendekat kepada Allah, kita kudu mengikuti aturan-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta menambah ibadah sunnah nan mendekatkan kita kepada-Nya. Hati nan hidup dan ibadah nan sungguh-sungguh adalah kunci agar angan kita diterima. Dengan memahami dan melaksanakan tanggungjawab kita sebagai hamba, kita dapat berambisi agar angan kita didengar dan permohonan kita dikabulkan. Penting bagi kita untuk selalu memeriksa kondisi hati dan meningkatkan kualitas ibadah agar hubungan kita dengan Sang Pencipta tetap kuat.
Penyebab Hati Mati
Hati nan meninggal dapat disebabkan oleh beberapa aspek utama. Salah satu penyebabnya adalah ketika seseorang membaca dan mengagungkan Al-Qur'an tanpa mengamalkan ajarannya. Al-Qur'an dimaksudkan sebagai petunjuk hidup, bukan sekadar untuk dibaca alias dihafal tanpa penerapan. Ketika aliran Al-Qur'an tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, hati dapat menjadi semakin jauh dari kebaikan. Selain itu, kurangnya rasa syukur atas nikmat nan diberikan oleh Allah juga dapat menyebabkan hati menjadi mati.
Setiap hari, Allah melimpahkan nikmat kepada kita, dan kita diminta untuk berterima kasih melalui ucapan dan tindakan. Bersyukur tidak hanya berfaedah mengucapkan Alhamdulillah, tetapi juga memanfaatkan nikmat tersebut dengan langkah nan baik dan sesuai dengan kehendak-Nya. Faktor lain nan menyebabkan hati meninggal adalah ketidaksiapan dalam menghadapi kematian. Meskipun kematian adalah kepastian, banyak orang nan tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Persiapan menghadapi kematian dapat diibaratkan seperti mempersiapkan bekal untuk perjalanan jauh; semakin jauh perjalanan, semakin banyak bekal nan perlu disiapkan. Tanpa persiapan nan matang, seseorang dapat mengalami kesengsaraan dalam perjalanan hidupnya. Dengan memahami dan mengatasi penyebab-penyebab ini, kita dapat berupaya lebih keras untuk menjaga hati agar tetap hidup dan bersih, melalui penerapan aliran Al-Qur'an, berterima kasih atas nikmat, dan mempersiapkan diri menghadapi kematian.
Follow Official WA Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.
Mochamad Rizal Ahba Ohorella
Author